-->

Regulasi Pusat Selalu Berbenturan Dengan Daerah

Sekda Papua TEA Hery Dosinaen
SAPA (JAKARTA)  – Kemarin siang Jumat (27/5) tepat Pukul 14:00 Wit. Badan Legislasi (Baleg) – DPR RI menggelar Rapat antara Pemerintah Provinsi Papua dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengenai usulan draft RUU Otsus Plus untuk masuk dalam Prolegnas, di ruang Baleg – DPR RI – Senayan, Jakarta. 

Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam lebih itu, Rapat dipimpin Ketua Baleg, Supratman dari Partai Gerindra, dihadiri Wakil Ketua Baleg  Firman Subagyo dari Partai Golkar bersama beberapa anggota lainnya yakni dari Partai Nasdem Sulaiman Hamzah, Partai Hanura  Rufinus Hotmaulana Hutauruk,  Serta  Andreas Eddi Susetyo dari Partai PDIP.  

Sedangkan dari Pemerintah Papua diwakili Sekda Papua TEA Hery Dosinaen. Hadir pula Ketua MRP Timotius Murib, Ketua DPR Papua Yunus Wonda, Kepala Biro Tata Pemerintahan – Setda Papua Sendius Wonda.  Sedangkan dari DPR Papua hadir juga anggota Tim Asistensi Carolus Bolly serta Akademisi Uncen nampak Prof Basyir Rohromana.  

Dihadapan anggota Baleg. Sekda  Hery Dosinaen menjelaskan rinci tentang sejarah lahirnya UU Otonomi Khusus  Papua. Dimana semua pihak mulai dari pusat sampai daerah  harus membuka diri.  Bahwa lahirnya UU Otsus ini karena satu faktor politik  Yang Kedua terjadi kesalahannya. Dimana UU No. 21 tahun 2001,  itu ada tumpang tindih penyelenggaraan pemerintahan di negara ini, yakni  ada UU Pemerintahan daerah dan ada juga UU No. 21 tahun 2001. Kata Sekda, dalam UU Otsus ini sangatlah disayangkan regulasi yang merupakan breakdown dari UU itu. 

Seraya memberikan contoh Peraturan Pemerintah, dimana sampai hari ini baru satu Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 tahun 2004 tentang MRP. 

Selain itu juga harus ada Perdasus. Namun sayangnya Perdasusnya dibuat dari tahun ke tahun, ketika dikonsultasikan Perdasus ini terpressure oleh regulasi – regulasi sektoral lainnya. 

Karena setiap pasal demi pasal dalam UU Otsus ini, ada sekitar 70 lebih pasal akan diatur dengan Peraturan Perundang – Undangan lainnya. 

“Kalau kita kaji secara mendalam bahwa dengan dinamika perkembangan saat ini undang – undang menjadi mandul. Dimana UU Otsus tidak mempunyai kekuataan apa – apa, karena semua dipressure dengan regulasi sektoral lainnya,”tukasnya. 

Lanjutnya jika dilihat lebih mendalam. Didalam UU Otsus hanya perubahan nomenclatur yang sebetulnya dalam penyelenggaraan pemerintahan tidaklah terlalu signifikan. 

“Selanjutnya karena UU yang tidak mempunyai kekuatan apa – apa  dan kewenangan pemerintah dengan pemerintahanpun menjadi pudar, dalam hal mengelola Sumber Daya Alam. Dimana terlalu berbenturan dengan regulasi sektoral lainnya,”keluhnya. 

Hal Inilah yang diharapkan dengan lahirnya UU Otsus Pemerintahan di Tanah Papua, diharapkan ada satu regulasi serta garis hukum yang kuat dan jelas untuk mengatur pemerintahan di Tanah Papua secara keseluruhan dari Papua dan Papua Barat.  

Sebab lahirnya rancangan UU Otsus ini atas perintah langsung dari Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono kepada Gubernur Papua untuk bagaimana mengemas rancangan ini. 

“Perjuangan ini menjadi terhambat, bahwa setiap orang, setiap kementerian dan lembaga tidak melihat ini secara utuh,”ungkapnya.

Namun disisi lain dirinya sangat menyambut positif dimana DPR RI melalui dalam hal ini Baleg sangat menampung aspirasi ini.

“Tetapi yang sangat disayangkan tahun lalu hal ini menjadi terbentur, karena Kementerian dan Lembaga tidak memahami ini secara utuh. Ini apakah satu ketakutan yang luar biasa atau apa. Kami tidak tau. Tetapi yang jelas bahwa semuanya ini dilakukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat,”tandasnya.(Maria Fabiola)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel