-->

PH Pemukul Kapolres Minta Keringanan Hukuman

Kapolres Mimika, AKBP Yustanto Mujiharso saat memberikan kesaksian terkait kasus penganiayaan dirinya beberapa waktu lalu - DOC SAPA
SAPA (TIMIKA) – Sidang lanjutan kasus penganiayaan terhadap Kapolres Mimika, AKBP Yustanto Mujiharso, dengan terdakwa YW, kembali digelar di Ruang Sidang Chandra, Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika, Rabu (3/8). Sidang dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan ini, dibacakan penasehat hukum (PH) terdakwa meminta, agar Majelis Hakim memberikan keringanan hukuman terhadap terdakwa.

Sidang pembacaan Pledoi oleh penasehat hukum (PH) terdakwa, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Relly D Behuku, SH, MH, didampingi dua anggota hakim Fransiscus Y Baptista, SH dan Steven C Waloko, SH. Sidang juga dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU), Habibie Anwar. Serat PH terdakwa Ivonia Tetjuari, SH dan Mersi F Waromi, SH.

Secara inti dalam pembacaan pledoi, penasehat hukum terdakwa meminta keringanan hukuman atas tuntutan JPU. Dimana pada sidang sebelumnya JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun, dipotong masa tahanan sejak proses hukum terdakwa mulai berjalan. Ini karena terdakwa terbukti telah melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP, tekait tindak pidana penganiayaan.

“Saya minta keringanan hukuman, karena terdakwa berlaku sopan selama proses persidangan, belum pernah dihukum, berterus terang dalam memberikan keterangan. Serta terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya,” jelas PH terdakwa saat membacakan pledoi dalam sidang.

Ia mengatakan, dimana berdasarkan keterangan saksi 2 atas nama Gultom yang diajukan JPU, dapat diperoleh bukti hukum, bahwa terdakwa benar melakukan pemukulan terhadap korban di sekitar halaman Gereja Golgota pada 5 April 2016 lalu, dengan mengepalkan tangan kosong dan memukul korban satu kali. Selanjutnya setelah memukul korban, terdakwa langsung diamankan aparat Kepolisian. Dan terdakwa hadir dalam kegiatan pada 5 April 2016 lalu, hanya sebagai masyarakat biasa, bukan merupakan anggota dari Komite Nasional Papua barat (KNPB), bahkan baru satu kali mengikuti kegiatan KNPB.

“ Terdakwa hadir dalam ibadah tersebut sebagai masyarakat biasa, bukan anggota KNPB dan baru mengikuti kegiatan KNPB pada hari kejadian,” ungkap penasehat hukum.

Kata dia, tuntutan  JPU dinilai cukup tinggi, karena pemukulan yang dilakukan masih dalam kendali terdakwa, dan korban hanya mengalami luka bengkap pada bibir kanan. Hal ini juga seperti pengakuan korban dan saksi Gultom. Bahkan keesokan harinya korban masih dapat menjalankan tugasnya seperti biasanya.

“Terdakwa melakukan perbuatannya karena gerakan spontanitas, karena merasa kesal dengan perbuatan korban yang menarik baju Steven Itlay untuk turun dari panggung,” ucap penasehat hukum.

Bertumpu pada paparan objektif yang terungkap dalam persidangan, maka pihaknya kurang sependapat dengan kesimpulan JPU sebagaimana tertera dalam tuntutannya.

“Sehingga tidaklah mengada-ada jika kami penasehat hukum terdakwa mohon putusan yang seringan-ringannya,” ujar penasehat hukum.

Selanjutnya penasehat hukum mengatakan, jika Majelis Hakim berpendapat atau berkeyakinan lain. Maka pihaknya memohon agar  Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada terdakwa. Mengingat tujuan penjatuhan pidana bukanlah pembalasan dendam atau penjeraan.

“Tujuan penjatuhan hukuman mendidik dengan memberi kesempatan terhadap terdakwa, untuk memperbaiki tingkah lakunya ditengah-tengah pergaulan masyarakat,” terang penasehat hukum terdakwa.

Atas pledoi ini, JPU akan menanggapi secara lisan pledoi yang sudah dibacakan penasehat hukum terdakwa, dan JPU juga masih tetap berpegang pada tuntutannya.      

“Kami tetap berpegang pada tuntutan kami,” kata JPU.

Sidang kemudian ditutup dan akan dibuka kembali pada Rabu (10/8) dengan agenda putusan mejelis hakim. (Red)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel