-->

Keberpihakan Jelas Untuk Honorer Amor

KEBIJAKAN Pemerintah Pusat untuk sementara menghentikan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) baru dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu alasannya karena PNS yang ada di Republik ini sudah sangat banyak. Saking banyaknya, banyak PNS tidak jelas pekerjaannya. Banyak yang masuk kantor tapi hanya menganggur di kantor saja. Bahkan banyak PNS yang tidak masuk kantor karena tidak memiliki kursi dan meja untuk bekerja.

Salah satu faktor penyebab kondisi seperti tersebut di atas adalah menumpuknya PNS pada provinsi, kabupaten dan kota tertentu. Kurang ada pemerataan penempatan PNS, karena kebanyakan PNS hanya mau ditempatkan di pusat kota saja, tidak mau di luar daerah, apalagi daerah terpencil. Hal ini terjadi karena tidak ada ketegasan dari pemerintah sendiri dan sanksi tegas bagi PNS yang membandel.

Kondisi ini mengakibatkan dengan ditiadakannya penerimaan PNS baru, banyak daerah yang kekurangan PNS. Sebagai solusi dilakukan rekruitmen tenaga honorer baru. Disisi lain ada tenaga honorer yang sudah belasan tahun mengabdi belum juga diangkat menjadi PNS oleh pemerintah. Tak hanya itu, rekruitmen honorer baru, terkadang juga membuat PNS menjadi ‘penganggur’ dan menjadi bos kecil karena tugas dan pekerjaan yang harus dikerjakannya sudah dikerjakan oleh para tenaga honorer.

Khusus di Kabupaten Mimika tahun 2016, Bupati Eltinus Omaleng mengeluarkan kebijakan menerima 150 tenaga honorer dari warga asli Amungme dan Kamoro (Amor). Kebijakan yang luar biasa bagus dan mulia ini tentu semakin memperbanyak jumlah tenaga honorer yang sudah terlanjur banyak di daerah ini. Sesuai data yang ada, mayoritas honorer ini kebanyakan warga pendatang.

Pertanyaannya, apakah 150 tenaga honorer asal Amor ini bisa bekerja baik, disiplin, loyal dan mampu bersaing dengan honorer dari luar Mimika? Apakah saat kran penerimaan PNS kembali dibuka oleh pemerintah pusat, Pemkab Mimika lebih memprioritaskan honorer Amor? Atau justru honorer dari luar daerah yang lolos CPNS, sementara yang dari Amor menjadi penonton di negeri sendiri?

Bila Pemkab ingin memberdayakan warga asli Papua, khususnya Amor, maka Bupati, Wakil Bupati dan Sekda harus  segera mengevaluasi semua honorer yang ada di semua SKPD di daerah ini. Sangatlah tidak masuk diakal sehat bila di Puskesmas saja, jumlah honorernya mencapai 50 orang. Apa saja yang dikerjakan oleh honorer sebanyak itu?

Tidak hanya soal jumlah honorer, asal usul honorer tersebut juga harus dievaluasi. Pemkab mesti memiliki keberanian menghentikan honorer dari luar Mimika bila jumlahnya sangat banyak. Setiap honorer tentu memiliki masa kontrak kerja. Begitu masa kontrak habis, ya harus diputuskan alias tidak diperpanjang. Ini dilakukan untuk memberi keseempatan seluas-luasnya bagi honorer Amor.

Adanya keinginan DPRD Mimika agar Pemkab tidak menerima honorer dari luar daerah Mimika sudah sangat tepat. Namun keinginan ini harus diperluas dengan mendukung semakin diperbanyak honorer asli Amor di daerah ini, sekaligus memutuskan kontrak honorer luar daerah yang selama ini sudah sangat banyak di SKPD-SKPD. Bila perlu, DPRD mencoret anggaran untuk honorer yang diajukan SKPD tertentu, bila SKPD tersebut tidak memberdayakan honorer asli Amor. Perlu ada ketegasan bersama dari Pemkab dan DPRD kepada semua SKPD agar lebih mengutamakan honorer asli Amor. Harus ada keberpihakan yang jelas dan tegas dalam hal ini. (Redaksi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel