-->

Gubernur Tidak Heran Mutu Pendidikan Rendah


SAPA (JAYAPURA) - Gubernur Papua Lukas Enembe mengakui tidaklah mengherankan, jika mutu pendidikan di provinsi tertimur Indonesia ini masih sangat rendah. Hal demikian tercermin atas kualifikasi guru-guru SD, yang menurut data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Papua, yang menyatakan dari 11.461 guru hanya 1.224 (10,6%) berkualifikasi S-1

Gubernur Lukas Enembe melalui Asisten bidang Umum – Sekda Papua, Rosina Upessy pada Lokakarya Laporan Pendidikan Akhir Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu dan Peningkatan Kapasitas Guru serta  Tenaga Kependidikan, Rabu (3/2) di Jayapura mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mulai 2015 kemarin, para guru dituntut mampu menuntaskan kualifikasi guru ke jenjang S-1.

“Makanya, jika melihat dari data ini, sangat mustahil di akhir 2016, kita mampu menuntaskan kualifikasi guru tersebut,” katanya lagi.

Masih dikatakan Lukas, pemerintah provinsi tidak dapat memecahkan masalah itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kewajiban di Tanah Papua serta secara nasional. Baik dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta mitra pembangunan pendidikan lainnya.

Disatu sisi, lanjut dia, merupakan langkah bijak untuk bermitra dengan Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK), seperti dengan FKIP Unicersitas Cenderawasih dan Kolose Pendidikan Guru serta lembaga pendidikan tinggi lain di Indonesia.

“Tetapi hal ini harus terus kita jalankan secara intensif agar mampu menjawab masalah dan hambatan tentang guru tersebut. Oleh sebab itu, dukungan kemitraan seperti ACDP/ADB untuk mendukung Program FKIP UNCEN dalam upaya revistalisasi kurikulum dengan konteks Papua dan reformasi 4 KPG, juga dipandang penting. Sebab dari sini bisa terjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua,”tukasnya.

Masalah lain yang tak kalah penting, tambah gubernur, yaitu kekurangan tenaga guru di sekolah dasar, khususnya untuk wilayah terpencil.

Dengan kata lain, tenaga guru justru menumpuk di perkotaaan tapi berkekurangan di desa.

“Tidak banyak guru-guru kita yang mau bekerja dengan hati, dan secera tulus bersedia ditempatkan di wilayah pedesaan maupun terpencil oleh karena berbagai sebab. Antara lain keterbatasan sarana dan prasarana serta minimnya kesejahteraan mereka”akunya.
Padahal tanpa guru di kelas, anak-anak tidak bisa membaca, menulis dan berhitung. Oleh karenanya, redistribusi guru ke pedalaman tidak bisa di tunda-tunda lagi.  Dinas Pendidikan harus pula memberikan perhatian khusus mengenai kenaikan pangkatnya. Serta perlunya sistem mutasi-rotasi guru secara berkala, termasuk mutu layanan gaji dan tunjangan lainnya supaya kekurangan tenaga pengajar tingkat SD ini bisa diminimalisir. (maria fabiola)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel