-->

Usut Pajak Freeport, Pansus DPR Papua Temui Komisi XI DPR

Ketua Pansus Freeport Yan Permenas
SAPA (JAYAPURA) - Panitia Khusus (Pansus) Freeport DPR Papua yang mengemban tugas mengusut kewajiban pajak PT. Freeport kepada Papua terus berupaya memaksimalkan waktu segera menuntaskan tugas dan tanggungjawab mereka.

Setelah melakukan pertemuan dan mengumpulkan data dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di lingkungan Pemprov Papua, Pansus Freeport mulai bergerilya ke Jakarta. Di Ibu Kota Negara, Pansus bertemu Komisi XI DPR RI yang membidangi Pajak dan Keuangan. Pertemuan kedua pihak berlangsung di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Senayan - Jakarta, Kamis (26/5).

Dalam pertemuan, Ketua Pansus Freeport Yan Permenas Mandenas mengatakan, pihaknya ingin membangun komunikasi dengan Komisi XI terkait hasil observasi, pengumpulan data, informasi dan investigasi yang dilakukan Pansus mengenai hak Pemprov Papua sesuai amanat UUD 1945 dan diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang hingga kini dianggap belum konsisten dilakukan PT. Freeport maupun Pemerintah Pusat.

"Pada prinsipnya kami berbicara lebih awal agar ada pemahaman bersama membenahi seluruh kekurangan-kekurangan yang selama ini menjadi hak dan kewajiban yang harus dilakukan. Data penerimaan pajak sekian tahun untuk Papua dari Freeport, kami merasa masih jauh dari harapan. Kita berbicara dana Otsus, tak sebanding dengan penerimaan pajak yang harus disetor ke Pemprov Papua," kata Mandenas.

Katanya, Pemprov dan DPR Papua bersama mendorong agar apa yang menjadi hak Papua harus diberikan Freeport dan Pemerintah Pusat. Wajar saja jika pihak di Papua bertanya, apakah Papua bukan merupakan bagian dari Pemerintah RI yang juga harus diperjuangkan agar apa yang menjadi kewajiban Freeport sesuai kentuntuan undang-undang harus diselesaikan.

"Kami ingin mengembalikan hak masyarakat Papua dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Papua kepada daerah. Penglolaan SDA bisa menjamin kepentingan jangkan panjang PAD Papua, menggantikan dana Otsus yang kini tersisa kurang lebih 10 tahun lagi untuk pembangunan di daerah," ucapnya.

Menurutnya, diharapkan ketika tak ada lagi dana Otsus Papua, pendapatan pengelolaan PAD dari aset Pemerintah Papua berperan penting dalam mempertahankan kapasitas fiskal daerah. Terkait berbagai masalah dan tunggakan pajak Freeport, Pansus Freeport DPR Papua mendorong agar intensifikasi peningkatan PAD merupakan pengganti dana Otsus.

"Selain itu, juga mengindentifikasi. persoalan dimasa lalu agar sebelum Kontrak Karta Freeport tahap ketiga ditandatangani Presiden, menimal seluruh item yang menyangkut kepentingan daerah harus tertuang didalamnya. Ini agar tak ada lagi polemik disuatu dan Freeport tak lagi berkelit hak-hak Pemprov Papua yang dijamin undang-undang, tak diatur dalam Kontrak Karya," katanya.

Ia menambahkan, dari berbagai rangkaian masalah yang ada, pihaknya merasa pentingan berkonsultasi awal dengan Komisi XI agar ke depan bisa mencapai hasil maksimal dan akan memberikan pelaporan tertulis hasil kerja Pansus kepada Komisi XI DPR RI, Pemerintah Pusat agar jika ada kesalahan diperbaiki di waktu mendatang.

"Inilah beberapa aspek yang diharapkan. Bisa melakukan pendampingan kepada Pansus agar bisa membantu kami di daerah. menyelamatkan kepentingan kita di Papua, khususnya dalam tataran NKRI," imbuhnya.

Anggota Pansus Freeport, Carolus Kelen Bolly mengatakan, pihaknya ingin mendapatkan pandangan dari Komisi XI DPR RI mengenai berbagai hal yang berkaitan antar kewajiban Freeport dan hak Pemprov Papua, termasuk upaya Pemprov Papua menuntut pembayaran pajak air permukaan yang berujung gugatan Freeport ke Pengadilan Pajak Jakarta.

"Bukan kami yang menggugat. Kami yang menagih uang kami, tapi malah kami digugat Freeport di Pengadilan Pajak. Kami ingin mendapatkan pandangan Komisi XI DPR RI seperti apa kondisi ini. Apakah kami salah menagih hak kami? Itu pertanyaannya, kalau kami salah, salahnya bagaimana?" kata Carolus.

Menurutnya, sesuai UU pajak, Freeport harus membayar pajak air permukaan. Dengan dasar itu Pemprov Papua menagih pajak tersebut. Namun akhirnya Pemprov Papua yang digugat.

"Freeport mengacu pada kontrak karya. Kami mengacu pada UU yang berlaku dan Perda. Pertanyaan kami, sistem tata perundang-undangan di Indonesia, mana yang lebih tinggi, apakah kontrak karya atau undang-undang. Jika kontrak karya lebih tinggi, maka bubarlah negara ini. Tatatan kita bernegara ini bisa kacau," ucapnya.

Katanya, tak sebatas Perda Pajak, namun gugatan Freeport itu juga menggugat UU pajak. Jika yang digugat hanya Perda Pajak, itu urusan Pemprov Papua, namun kalau yang digugat juga adalah UU Pajak, itu sama saja negara yang digugat.

"Ini berarti seharusnya bahu membahu antara DPR RI, Pemerintah Pusat dan kami di Papua untuk menghadapi ini. Kami berharap masalah ini tidak diam, tidak habis dirapat ini," katanya.

Menanggapi berbagai hal yang disampaikan Pansus Freeport DPR Papua terkait pajak Freeport, Anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Hatari mewakili Ketua Komisi yang berhalangan hadir mengatakan, akan melaporkan hasil apa yang menjadi aspirasi Pansus Freeport dalam pertemuan itu kepada pimpinan komisi agar segara mengambil langkah-langkah selanjutnya.

"Kami akan undang Kementerian Keuangan dan seluruh Dirjennya, Freeport, Kementerian ESDM untuk membicarakan ini. Ini adalah rapat sederhana tapi bobotnya lebih besar dibanding ketika kami rapata dengan Kementerian yang menjadi mitra kami," kata Hatari.

Pihakny memang membutuhkan hal-hal seperti itu dan akan melihat persoalan tersebut. Kini Komisi XI DPR RI tinggal minta data dari Papua untuk dijadikan perbandingan dengan data kementerian.

“Ada perbedaaan data antara Kementerian dengan data Pemprov terkait pajak Freeport ini," kata mantan Kepala Badan Keuangan Provinsi Papua itu. (Arjun)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel